Jl. RP. Soeroso No. 25 9, Jakarta Pusat journal@idscipub.com
Berita

Empati dan Interaksi Jadi Kunci Utama Pendidikan Inklusif

Sebuah penelitian terbaru di School of Human, sekolah inklusi di Bekasi, menemukan fakta penting: kepuasan belajar siswa lebih banyak dipengaruhi oleh komunikasi interpersonal dan keterampilan sosial guru dibanding sekadar kompetensi akademik. Temuan ini sekaligus mengubah cara pandang terhadap pendidikan inklusif di Indonesia. Pintar saja tidak cukup—guru juga harus mampu berempati, berinteraksi, dan membangun hubungan yang hangat dengan siswa.

Temuan Utama Penelitian

Tim peneliti melibatkan 171 siswa SMP dan SMA inklusi dalam riset ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

  • 77% siswa menilai komunikasi interpersonal guru tinggi,
  • 67% siswa menilai keterampilan sosial guru tinggi,
  • 63% siswa menilai kompetensi akademik guru tinggi.

Meskipun ketiga aspek mendapat penilaian tinggi, analisis statistik mengungkapkan perbedaan. Komunikasi interpersonal (p=0,005) dan keterampilan sosial guru (p=0,000) berpengaruh signifikan terhadap kepuasan belajar. Sebaliknya, kompetensi akademik (p=0,396) tidak memberikan dampak besar.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa guru pintar saja tidak cukup. Siswa merasa lebih puas ketika guru mampu menghadirkan interaksi yang hangat, sabar, serta penuh empati.

Potret Sekolah Inklusi di Bekasi

School of Human menyatukan siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus dalam satu kelas. Sekolah ini menjalankan Kurikulum 2013 dengan metode Project-Based Learning untuk SMP dan Passion-Based Learning untuk SMA.

Selain kurikulum yang adaptif, sekolah juga mengoperasikan unit School of Human Education for All Center (SEC). Unit ini menyediakan guru pendamping dan terapis yang berperan aktif mendukung perkembangan siswa berkebutuhan khusus.

Namun, tingkat kepuasan siswa dari tahun ke tahun tidak selalu stabil. Data internal mencatat:
– 2016: 80%
– 2018: 90%
– 2020: 95%
– 2021: turun menjadi 87%

Oleh karena itu, penelitian ini hadir untuk menjawab pertanyaan: faktor apa yang paling memengaruhi kepuasan belajar siswa di sekolah inklusi?

Mengapa Komunikasi Lebih Penting daripada Akademik?

Menurut para peneliti, pendidikan inklusi tidak cukup hanya mengandalkan kurikulum dan kemampuan akademik guru.

Kompetensi akademik saja tidak cukup. Guru yang hebat adalah guru yang mampu berkomunikasi efektif, memberi umpan balik positif, dan membangun hubungan emosional dengan siswa,” tegas tim peneliti.

Selain itu, kenyataan di lapangan mendukung kesimpulan tersebut. Guru yang cerdas namun kaku dalam berinteraksi sering gagal mendapatkan simpati siswa. Bahkan ada guru yang akhirnya mengundurkan diri karena tidak mampu membangun kedekatan. Sebaliknya, guru yang ramah, komunikatif, dan penuh empati justru lebih dihargai dan disukai murid.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Inklusif

Peneliti menekankan bahwa sekolah inklusi harus memberi perhatian khusus pada pengembangan soft skills guru. Oleh sebab itu, mereka merekomendasikan beberapa langkah strategis berikut:

  • Pelatihan komunikasi interpersonal, agar guru terbiasa mendengarkan aktif dan memahami kebutuhan siswa.
  • Workshop keterampilan sosial, supaya guru lebih siap dalam kerja sama, manajemen konflik, dan pendekatan inklusi.
  • Mentoring antar guru, di mana guru senior berbagi pengalaman dan membimbing guru lain.
  • Evaluasi berbasis feedback siswa, sehingga guru memiliki masukan langsung untuk meningkatkan kualitas interaksi.

Dengan langkah-langkah tersebut, sekolah dapat meningkatkan kepuasan siswa sekaligus memperkuat budaya inklusif di ruang kelas.

Menuju Pendidikan yang Humanis dan Inklusif

Penelitian ini menegaskan bahwa pendidikan inklusif tidak boleh hanya berfokus pada transfer ilmu semata. Relasi manusiawi antara guru dan siswa justru menjadi faktor utama penentu keberhasilan proses pembelajaran.
Selain berperan sebagai pengajar, guru juga berfungsi sebagai pendamping dan teladan bagi murid. Oleh karena itu, komunikasi yang baik serta keterampilan sosial yang tinggi menjadi kunci terciptanya pendidikan inklusif yang ramah dan humanis.
Pada akhirnya, sekolah inklusi yang mengutamakan empati dan interaksi mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, setara, dan membahagiakan bagi semua siswa tanpa terkecuali.

Jika kamu memiliki penelitian serupa dan ingin menerbitkannya di jurnal ilmiah nasional atau internasional, IDSCIPUB siap mendampingi.

Tinggalkan Balasan