Jl. RP. Soeroso No. 25 9, Jakarta Pusat [email protected]
Berita

Etika dan Privasi dalam Perlindungan Anak di Era Digital

Perlindungan anak di era digital kini semakin bergantung pada teknologi kecerdasan buatan. Banyak organisasi dan lembaga hukum mengandalkan sistem AI untuk mendeteksi serta mencegah kejahatan seksual terhadap anak di dunia maya. Sistem ini bekerja cepat memindai konten visual dan teks yang mencurigakan.

Namun demikian, di balik kecanggihan teknologi, muncul kekhawatiran serius. Banyak pihak mempertanyakan bagaimana jika sistem salah mendeteksi? Siapa yang bertanggung jawab bila seorang individu dituduh tanpa bukti cukup hanya karena kesalahan algoritma?

Peran Media dalam Membentuk Persepsi Perlindungan Anak di Era Digital

Penelitian dalam Ilomata International Journal of Social Science edisi Juli 2024 mengungkap bahwa framing media terhadap penggunaan AI dalam isu perlindungan anak berdampak signifikan pada pemahaman publik. Sebanyak 78% artikel media menyoroti konflik antara upaya perlindungan dan hak atas privasi.

Lebih lanjut, publik sering kali hanya mendapat narasi dari sudut pandang aparat hukum, perusahaan teknologi, atau lembaga perlindungan. Sebaliknya, suara anak-anak dan keluarganya justru minim terdengar.

Risiko Teknologi dalam Sistem Perlindungan Anak Online

Pada awalnya, publik memandang AI sebagai solusi ideal. Akan tetapi, seiring waktu, sistem ini terbukti tidak sempurna. Banyak kasus menunjukkan adanya kesalahan dalam mendeteksi pelaku kejahatan. Bahkan, orang yang tidak bersalah bisa terkena dampaknya.

“Ketika AI membuat keputusan dalam isu sensitif seperti keselamatan anak, publik perlu tahu siapa yang bertanggung jawab jika sistem itu keliru,” tulis peneliti.

Transparansi dan akuntabilitas menjadi isu penting. Tanpa keduanya, masyarakat sulit mempercayai teknologi ini secara utuh.

Temuan Penting dari Penelitian

Penelitian tersebut memaparkan data yang mencerminkan kompleksitas situasi:
– 78% artikel menyoroti konflik antara keamanan anak dan privasi
– 62% membahas risiko kesalahan deteksi atau false positives
– 54% mengkritisi kurangnya transparansi dalam sistem AI
– 47% menyoroti potensi bias algoritma yang bisa berdampak tidak adil
Dengan kata lain, teknologi bukan hanya soal solusi, tapi juga potensi ancaman jika tidak dikelola dengan bijak.

Minimnya Suara Anak dan Keluarga dalam Diskusi Perlindungan Digital

Sayangnya, banyak media belum melibatkan suara anak-anak dan keluarganya dalam pemberitaan. Padahal, mereka merupakan pihak yang paling terdampak langsung. Ketika hanya otoritas dan industri yang dominan, kebijakan publik berisiko tidak inklusif.

Oleh karena itu, pelibatan keluarga dan anak harus menjadi bagian integral dari diskusi kebijakan. Mereka perlu ruang untuk menyampaikan kekhawatiran dan pengalaman secara langsung.

Rekomendasi Kebijakan Etis untuk Perlindungan Anak di Dunia Digital

Peneliti menyarankan beberapa langkah konkret, antara lain:
– Meningkatkan transparansi sistem AI
– Menyusun regulasi yang seimbang antara perlindungan dan privasi
– Melibatkan anak dan keluarga dalam proses kebijakan
– Membangun sistem pengawasan independen
Selain itu, kolaborasi lintas sektor sangat penting. Pemerintah, media, akademisi, dan pelaku industri teknologi perlu duduk bersama untuk merumuskan regulasi yang relevan secara hukum dan sosial.

Kesimpulan: Perlindungan Anak Harus Utamakan Etika dan Kemanusiaan

Perlindungan anak di era digital tidak bisa hanya mengandalkan teknologi. Meskipun AI memberikan banyak kemudahan, tanpa pengawasan dan kerangka etika yang jelas, teknologi ini dapat menimbulkan kerugian yang tak terduga.

Oleh karena itu, publik perlu mendorong reformasi kebijakan yang menjamin transparansi, akuntabilitas, dan keadilan. Perlindungan anak harus menjadi prioritas utama—bukan hanya untuk hari ini, tapi juga demi masa depan digital yang lebih manusiawi.

Jika kamu memiliki penelitian serupa dan ingin menerbitkannya di jurnal ilmiah nasional atau internasional, IDSCIPUB siap mendampingi.

Tinggalkan Balasan